IFAM LOVE TALIA

Kamis, 30 Juni 2011

Pahlawan Devisa yang Terlantar


TKI adalah sumber devisa terbesar negara, namu perlakuan pemerintah terhadap TKI ini sungguh tak pantas. Tenaga kerja yang berada diluar negeri harus sepenuhnya berada di dalam kendali pemerintah. Jadi bila ada kasus pelecehan terhadap TKI, tidak ada alasan untuk pemerintah bila Ia tidak mengetahui.
Hal ini membuktikan bahwa perhatian pemerintah pada TKI itu sangat kurang. Terlebih lagi Penganiayaan yang dialami TKI oleh majikannya. Sudah sering kita dengar di media massa, bahwa penganiayaan TKI di luar negeri kebanyakan berada di luar kendali pemerintah. Pernyataan sepert ini akan memperburuk citra pemerintah di mata masyarakat.
Kasus terbaru saat ini yaitu Pemancungan TKI yang berada diluar sepengetahuan pemerintah. Menteri luar negeri juga merasa tidak tahu dan tidak mau disalahkan. Sungguh perlakuan bangsa ini terhadap pahlawan devisa kita sangat mengenaskan.

Kamis, 14 April 2011

Menularkah KKN itu??


Tanda tanya besar bagi para penyidik kasus korupsi. Pertanyaan ini bisa dijawab dengan beberapa alasan dan penggambaran di kehidupan nyata. Kasus Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme adalah hal yang sering kita dengan di berbagai media, kasus ini juga telah banyak menyeret orang - orang besar di Indonesia. Dari beberapa kasus korupsi, kolusi, dan nepitisme hanya ada beberapa yang terselesaikan dengan lancar. Lalu bagaimana dengan yang lain?
Banyak kasus yang berheni di tengah jalan, karena penyidikan yang berlangsung lama. Ada juga pelaku korupsi yang menyuap hakim atau jaksa agar hukumannya diperingan atau bahkan dibebaskan dari hukuman. Dari kasus ini kita bisa pelajari bagaimana menularnya KKN yang terjadi di Indonesia. Bukan hanya dari kalangan pejabat tinggi negara, bahkan pejabat daerah, kota dan kecamatan juga banyak melakukan hal semacam ini untuk memperbaiki citra di mata masyarakat dan membebaskannya dari hukuman.
Kasus seperti ini semestinya bukan sebagai contoh, namun karena dalam kenyataanya, pejabat tinggi negara yang korupsi jarang dipidana bahkan ada yang dibebaskan, pemberitaan semacam ini akan di baca masyarakat bahwa hukum negara di Indonesia tidak ketat. Jadi dengan membaca situasi seperti itu pejabat di tingkat bawah juga akan melakukan hal yang sama untuk nemabah penghasilan.
Hal ini akan bertambah parah apabila penegak hukum tidak bertindak secara bersih dan tegas. Apabila penegak hukum saja melanggar hukum, apalagi masyarakatnya.

Minggu, 10 April 2011

DPR tak mau kalah bikin sensasi

Hal yang sedang Ramai diperbincangkan disemua kalangan, yaitu masalah video porna yang ditonton Arfianto, anggota DPR fraksi PKS (partai Keadilan Sejahtera). PKS dianggap partai yang islami sangat bertolak balakang dengan hal yang dilakukan Arfianto. Melihat Video porno saat rapat paripurna, hal yang sangat tidak terpuji. DPR selama ini adalah pejabat yang dipilih rakyat, kalo pilihan rakyat saja seperti itu bagaimana dengan rakyatnya?
Tanda tanya besar sekali untuk masalah ini. Sangat mengecewakan rakyat yang sudah memilihnya sebagai wakil rakyat. Bukan hanya masalah video porna saja, sebelumnya anggota DPR ngotot buat gedung baru, dengan biaya pembangunan yang harga yang cukup fantastis. sungguh terlalu!
Rapat yang terjadi di gedung DPR pun biasa diwarnani dengan kericuhan, bahkan pertengkaran, hanya demi mempertahankan pendapat masing-masing. Separah inikah anggota DEWAN PERWAKILAN RAKYAT?
Bagaimana dengan rakyatnya?
Bagaimana dengan keluarganya?
Bagaimana dengan Janjinya?
Seharusnya di gedung DPR juga diberi Dept Collector, yang bertugas menagih janji Anggota dewan saat pemilihan umum. Agar tidak semata-mata menjadi janji palsu.
Apa janji anggota dewan saat kampanye?
Apa janji yang sudah ia penuhi?
Apa janji yang belum terpenuhi?

Kamis, 24 Maret 2011

Wawancara dengan Koruptor

Maraknya kasus korupsi di Indonesia membuat banyak khalayak bertanya-tanya apa yang sebenarnya diinginkan para koruptor. Seorang wartawan mewawancarai seorang pelaku korupsi .

Wawan: Selamat malam Pak Yudha, saya ingin bertanya, sebenarnya apa yang anda pikirkan saat melakukan korupsi?
Yudha: Saya hanya berfikir bagaimana saya bisa hidup.
Wawan: Apakah penghasilan anda masih kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup anda?
Yudha: Sebenarnya sudah cukup untuk 1 istri dan 2 anak saya, namun saya juga berfikir bagaimana dengan 3 istri saya dan 5 anak saya yang lain. Saya harus benar-benar memberi kehidupan yang layak bagi keluarga saya.
Wawan: Apakah anda menyesal melakukan tindakan ini?
Yudha: Yang saya sesalkan adalah mengapa saya harus punya 4 istri,
Wawan: Bagaimana pendapat istri Anda saat tahu bahwa suaminya dipenjara?
Yudha: Istri saya juga sedih, namun istri saya malu, dan tidak mau datang kemari.
Wawan: Apa rencana Anda setelah keluar dari penjara?
Yudha: Uang yang saya dapatkan hasil dari korupsi selama ini akan saya gunakan untuk operasi istri saya dan menceraikan 3 istri saya yang lain.
Wawan: sebenarnya apa yang terjadi dengan istri - istri Anda? sehingga mereka harus dioperasi.
Yudha: istri saya adalah kembar 4 dengan kepala dempet. jadi yang seharusnya istri saya 1 menjadi 4.

hukakakakakaaaa.,
cerita ini hanya fiktif belaka. :D

Selasa, 22 Maret 2011

KKN salah siapa?


Fenomena yang sangat biasa di INDONESIA tercinta ini. Negeri dengan ratusan budaya, ribuan tempat yang memukau, puluhan ribu spesies hewan dan tumbuhan , jutaan pesona, ratusan juta penduduk dan Triliyunan UANG HASIL KKN.
KKN (korupsi, kolusi, dan Nipotisme) sangatlah merajalela di negara Indonesia. Banyak orang tak berdaya menjadi korban kerakusan para petinggi negara. Beberapa pertanyaan yang biasanya timbul dalam benak kita tantang Korupsi, Kolusi, Nipotisme.
  • Apakah para pelaku tidak takut dosa? tentu saja jika sudah melakukan KKN para pelaku mungkin sudah tahan dengan api neraka.
  • Apa yang dipikirkan pelaku korupsi saat melakukan hal itu? mungkin dia memikirkan bagaimana bila anaknya tidak bisa korupsi seperti dirinya, jadi dia mengambil uang sebanyak mungkin untuk hidup dia, ankanya, cucunya, cicit, dan istri - istrinya.
  • Apa dia tidak kasihan pada rakyat kecil? mungkin dia berfikir, "peduli amat, amat aja gak peduli"
  • Uang triliyunan hasil korupsi tu buat apa ya? aung segitu sih bisa buat bli rumah sama mobil buat istri pertama, istri kedua, ketiga dst. trs beli Hp buat anak, cucu, keponakan, pambantu. juga buat plesir ke luar negeri sama keluar angkasa.
Pemikiran yang teramat sangat logis pada setiap manusia yang melihat betapa kritisnya kondisi moral negara ini. Sebagai gerasi muda, apa yang harus kita lakukan?? jangan sampai kita mengikuti generasi tua yang masuk dalam golongan pelaku KKN.

Selasa, 30 November 2010

kisah mualaf Rahmat Purnomo (mantan Pendeta)


Rahmat Purnomo mantan pendeta : Ujung Pencarian memperoleh Rahmat Islam
Friday, 14 September 2007 18:04
Ia adalah seorang laki-laki keturunan, sang ayah Holandia dan ibu Indonesia dari Kota Ambon yang terletak di pulau kecil di ujung timur kepulauan Indonesia. Kristen adalah agama yang diwariskan keluarganya dari bapak dan kakeknya. Kakeknya adalah seorang yang punya kedudukan tinggi pada agama kristen yang bermadzhab protestan, bapaknya juga demikian, namun ia bermadzhab Pantikosta. Sedangkan ibunya sebagai pengajar injil untuk kaum wanita, adapun dia sendiri juga punya kedudukan dan sebagai ketua bidang dakwah di sebuah Gereja Bethel Injil Sabino.
Tidak terbetik dalam hatiku walau sedikit pun untuk menjadi seorang muslim, sebab sejak kecil aku mendapatkan pelajaran dari orang tuaku yang selalu mengatakan padaku bahwa Muhammad adalah seorang laki-laki badui, tidak punya ilmu, tak dapat membaca dan menulis.

Bahkan lebih dari itu, aku telah membaca buku Profesor Doktor Ricolady, seorang nasrani dari Prancis bahwa Muhammad itu seorang dajjal yang tinggal di tempat kesembilan dari neraka. Demikianlah kedustaan itu dibuat untuk menjatuhkan pribadi Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, sejak itulah tertanam pada diriku pemikiran salah yang mendorongku untuk menolak Islam dan menjadikannya sebagai agama.

Pada suatu hari pimpinan gereja mengutusku untuk berdakwah selama tiga hari tiga malam di Kecamatan Dairi, letaknya cukup jauh dari ibu kota Medan yang terletak di sebelah selatan pulau Sumatra Indonesia. Setelah selesai, aku hendak menemui penanggung jawab gereja di tempat itu. Tiba-tiba seorang laki-laki muncul di hadapanku, lalu bertanya dengan pertanyaan aneh, “Engkau telah mengatakan bahwa Isa Al-Masih adalah tuhan, mana dalilmu tentang ketuhanannya?” Aku menjawab, “Baik ada dalil ataupun tidak, perkara ini tidak penting bagimu, jika kamu mau beriman berimanlah, jika tidak kufurlah.”

Namun, ketika aku pulang ke rumah, suara laki-laki itu mengganggu pikiranku dan selalu terngiang-ngiang di telingaku, mendorongku untuk melihat Kitab Injil mencari jawaban yang benar dari pertanyaannya. Telah diketahui bahwa di sana ada empat kitab Injil yang berbeda-beda, salah satunya MATHIUS, yang lainnya MARKUS, yang ketiga LUKAS, dan yang keempat YOHANNES, semuanya buatan manusia. Ini aneh sekali, aku bertanya-tanya pada diriku, “Apakah Al Qur’an dengan nuskhoh yang berbeda-beda juga buatan manusia?” Aku mendapatkan jawaban yang tak bisa lari darinya yakni dengan pasti, “Bukan!”

Aku mempelajari keempat Injil tersebut, lalu apa yang kudapatkan? Injil MATHIUS berbicara apa tentang Al-Masih Isa ‘alaihis salam? Kami membaca di dalamnya sebagai berikut, “Sesungguhnya Isa Al-Masih bernasab kepada Ibrohim dan kepada Daud…” (1-1), lalu kalau begitu siapa Isa? Bukankah ia anak manusia? Ya, kalau begitu dia manusia. Injil LUKAS berkata, “Dialah yang merajai atas rumah Ya’kub untuk selama-lamanya. Kerajaannya tidak akan berakhir.” (1-33). Dan Injil MARKUS berkata, “Inilah silsilah yang menasabkan Isa Al Masih anak Allah.” (1). Dan yang terakhir injil YOHANNES berbicara apa tentang Isa Al Masih? Ia berkata, “Pada awalnya ia adalah kalimat, dan kalimat itu di sisi Allah, maka kalimat itu adalah Allah.” (1:1). Makna dari nash ini dia pada awalnya adalah Al-Masih dan Al-Masih di sisi Allah, maka Al-Masih adalah Allah.

Aku bertanya pada diriku, “Berarti di sana ada perbedaan yang jelas pada empat kitab ini seputar dzat Isa ‘alaihis salam, apakah ia manusia ataukah anak Allah ataukah Raja ataukah Allah? Hal itu telah menyulitkanku dan aku belum menemukan jawabannya. Di sini aku ingin bertanya kepada teman-temanku orang-orang kristen, “Apakah didapatkan dalam Al-Qur’an pertentangan antara satu ayat dengan yang lainnya?” Pasti tidak! Kenapa? Karena Al-Qur’an datang dari sisi Allah subhanahu wa ta’ala, adapun Injil-injil ini hanyalah buatan manusia. Kalian tahu dan tidak ragu kalau Isa ‘alaihis salam sepanjang hidupnya berdakwah kepada Allah di sana-sini, kita patut bertanya: apa landasan awal yang dida’wahkan oleh Isa ‘alaihis salam?

Ini Injil MARKUS berkata, “Seseorang datang dari Al Katbah, ia mendengar mereka berbincang-bincang, ketika terlihat bahwa ia adalah (Al-Masih) mereka menerimanya dengan baik, menanyainya tentang ayat wasiat pertama? Ia menjawab sambil berjalan: Sesungguhnya wasiat yang pertama ialah ‘Dengarkan wahai Bani Israil! Rabb Tuhan kita adalah Rabb yang Esa.’” (12: 28-29). Inilah pengakuan yang jelas dari Isa ‘alaihis salam, jadi kalau Isa telah mengaku bahwa Allah adalah Tuhan yang Esa/Satu, maka siapakah Isa kalau begitu? Jika Isa adalah Allah juga, maka takkan pernah ada keesaan bagi Allah. Bukankah begitu?

Kemudian, aku lanjutkan pencarianku dan aku temukan pada Injil YOHANNES nash-nash yang menunjukkan doa dan ketundukan Isa Al-Masih ‘alaihis salam kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Aku bertanya pada diriku: Jika sekiranya Isa adalah Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, lalu apakah ia membutuhkan kepada ketundukan dan doa? Tentu tidak! Oleh karena itu, Isa bukan tuhan tetapi dia adalah makhluk seperti kita. Simaklah bersamaku doa yang terdapat dalam injil YOHANNES, inilah nash doanya: “Inilah kehidupan yang abadi agar mengetahui bahwa Engkaulah Tuhan yang hakiki, dan berjalanlah Al-Masih yang Engkau telah mengutusnya, aku pekerjamu di bumi, amal yang Engkau telah berikan padaku ialah amalan yang aku telah menyempurnakannya.” (17-3-4). Ini do’a yang panjang, yang akhirnya berkata, “Wahai Rabbul Baar, sesungguhnya alam tidak mengenalMu, adapun aku mengenalMu dan mereka telah mengetahui bahwa Engkau telah mengutusku dan Engkau telah mengenalkan mereka akan namaMu dan aku akan mengenalkan mereka agar pada mereka ada kecintaan seperti Engkau telah mencintaiku.” (17-25-26).

Doa ini menggambarkan pengakuan Isa ‘alaihis salam bahwa Allah Dialah Yang Maha Esa dan Isa adalah utusan Allah yang diutus pada kaum tertentu, bukan pada seluruh manusia, siapakah kaumnya itu? Kita baca dalam Injil MATHIUS (15:24) di mana ia berkata, “Aku tidak diutus, melainkan pada kaum di rumah Isra’il yang sasar.” Kalau demikian, jika kita gabungkan pengakuan-pengakuannya ini dengan yang lainnya, sangat mungkin untuk kita katakan bahwa, “Allah adalah Tuhan Yang Esa dan Isa adalah utusan Allah kepada Bani Isroil.” Kemudian kulanjutkan pencarianku, maka aku teringat saat aku sholat aku selalu membaca kalimat berikut: (Allah Bapak, Allah Anak, Allah Roh Qudus, tiga dalam satu). Aku berkata pada diriku: Perkara yang sangat aneh! Kalau kita bertanya pada siswa kelas satu sekolah dasar “1 + 1 + 1 = 3 ?” Pasti akan menjawab “ya”. Kemudian, jika kita katakan padanya, “Akan tetapi 3 juga = 1?” Tentu dia takkan menyepakati hal itu, sebab di sana terdapat pertentangan yang jelas pada apa yang kami ucapkan, karena Isa ‘alaihis salam berkata dalam Injil seperti yang kami lihat bahwa Allah Esa tidak ada serikat baginya.

Telah terjadi pertentangan kuat antara aqidah yang menancap di jiwaku sejak kecil, yakni: tiga dalam satu, dengan apa yang diakui Isa Al-Masih sendiri dalam kitab-kitab injil yang ada di tengah-tengah kita sekarang bahwa sesungguhnya Allah itu satu tidak ada serikat baginya. Mana dari keduanya yang paling benar? Belum ada usahaku untuk mengikrarkannya waktu itu, namun yang benar dikatakan bahwa sesungguhnya Allah itu Esa/satu. Kemudian, aku cari lagi dari kitab injil dari awal, barangkali aku temukan apa yang kuinginkan. Sungguh telah kutemukan dalam pencarianku nash berikut ini: “Ingatlah wali-wali sejak dulu, karena sesungguhnya Aku adalah Allah, sedang yang lainnya bukan tuhan dan tak ada yang menyerupaiku.” (46: 9).

Sungguh perkara yang menakjubkan saat aku berpegang teguh dengan Islam, aku mendapatkan dalam surat Al-Ikhlash firman Allah Ta’ala, “Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Katakanlah Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung padaNya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” Ya, selama kalam itu adalah kalam Allah, maka tidak akan berbeda di manapun didapatkannya. Inilah pelajaran pertama pada agamaku masihiyyah yang dulu, dengan demikian “tiga dalam satu” tidak ada keberadaannya dalam jiwaku.

Adapun pelajaran kedua dalam agama masihiyyah bahwa di sana ada yang disebut dengan warisan dosa atau kesalahan awal, maksudnya ialah bahwa dosa yang diperbuat Adam ‘alaihis salam ketika memakan buah yang diharamkan dari pohon yang berada di surga, pasti seluruh anak manusia akan mewarisi dosa ini. Sekalipun janin yang berada dalam rahim ibu akan menanggung dosa ini dan akan lahir dalam keadaan berdosa. Apakah ini benar atau salah? Aku cari tentang kebenaran hal tersebut. Aku merujuk pada Perjanjian Lama, di tengah pencarianku, aku menemukan pada hizqiyal sebagai berikut, “Seorang anak tidak menanggung dari dosa seorang bapak. Seorang bapak tidak menanggung dari dosa seorang anak …” (hizqiyal: 18: 20-21).

Barangkali yang cocok untuk kami sebutkan di sini apa yang dikatakan Al-Qur’anul Karim pada masalah ini, “Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain …” Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Anak Adam dilahirkan dalam keadaan fitroh, kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi atau menjadikannya Nashrani atau menjadikannya Majusi.” Inilah dia kaidah dalam Islam dan menyepakatinya apa yang ada/datang dalam injil, lalu bagaimana bisa dikatakan bahwa kesalahan Adam akan berpindah dari satu generasi ke generasi lainnya, dan bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan berdosa?

Aku melanjutkan pencarianku tentang beberapa hal yang berkaitan dengan keyakinan, pada suatu hari kuletakkan Injil dan Al-Quran di depanku, kutujukan pertanyaan pada Injil, “Apa yang engkau ketahui tentang Muhammad?” Jawabannya: tidak ada, karena nama Muhammad tidak terdapat dalam Injil. Kemudian kutujukan pertanyaan berikutnya pada Isa seperti Al-Quran telah bercerita tentangnya, “Wahai Isa ibnu Maryam, apa yang engkau ketahui tentang Muhammad?” Jawabannya: sungguh Al Quran telah menyebutkan perkara yang tidak ada keraguan sedikit pun bahwa seorang Rasul yang pasti akan datang setelahku namanya adalah Ahmad. Allah berfirman atas lisan Isa ‘alaihis salam, “Dan ingatlah ketika Isa putra Maryam berkata: Hai bani Isroil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku yaitu Taurot dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku yang namanya Ahmad (Muhammad), maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: Ini adalah sihir yang nyata.” (QS Ash Shaff: 6). Lihatlah! Mana yang benar?!

Di sana ada satu Injil, yakni Injil BARNABAS, berbeda dengan empat Injil yang telah kusebutkan sebelumnya, namun sayang para pemuka-pemuka agamanya (Nashrani) mengharamkan pengikutnya untuk mentelaahnya. Tahukah kenapa? Yang paling benar ialah karena inilah satu-satunya Injil yang memuat kabar gembira tentang Muhammad, di dalamnya terdapat beberapa tambahan dan penyimpangan yang sangat, seperti halnya tedapat pula kenyataan yang sesuai dengan apa yang ada dalam Al Quran Al Karim. Dalam Injil Barnabas (Ishaah: 163), “Waktu itu para murid bertanya kepada Al Masih: Wahai guru! Siapa yang akan datang sesudahmu? Al Masih menjawab dengan senang dan gembira: Muhammad utusan Allah pasti akan datang sesudahku bagaikan awan putih akan menaungi orang-orang yang beriman seluruhnya.”

Kemudian, kubaca lagi ayat lainnya dari Injil Barnabas yakni ucapannya pada (Ishaah: 72), “Waktu itu seorang murid bertanya kepada Al-Masih: Wahai guru! Saat Muhammad datang apa tanda-tandanya hingga kami mengenalnya? Al-Masih menjawab: Muhammad tidak akan datang pada masa kita, tetapi akan datang setelah seratus tahun kemudian ketika Injil diubah (direkayasa) dan orang-orang yang beriman kala itu jumlah mereka tidak sampai tiga puluh orang, maka ketika itu Allah subhanahu wa ta’ala akan mengutus penutup para Nabi dan Rasul-rasul, yaitu Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Telah disebutkan berulang-ulang yang demikian itu dalam Injil Barnabas, aku telah menghitungnya dan kudapatkan sebanyak empat puluh lima ayat menyebutkan tentang Muhammad. Aku sebutkan dua ayat di atas di antaranya sebagai satu bukti.

Setelah ini semua, aku berazzam untuk keluar dari gereja dan tidak akan pernah pergi lagi padanya, saat ini tidak ada di hadapanku, kecuali Islam. (Lihat kitab ‘Uluwul Himmah, karya Muhammad Ahmad Ismail Al-Muqoddim).

Para pembaca rahimakumullah demikianlah Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rahmat bagi semesta alam, menuntut kita selaku para pemeluknya untuk bersyukur. Allah berfirman, “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu, dan Dia tidak meridhoi kekafiran bagi hamba-Nya, dan jika kamu bersyukur niscaya Dia meridhoi kesyukuranmu itu, dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan di (dada)mu.” (QS Az Zumar: 7).

Di sini ada beberapa hal yang perlu untuk kita perhatikan, wallahul haadi ila sabilir rosyad.

Pertama: manusia itu satu umat, memeluk agama yang satu. Allah berfirman, “Manusia dahulunya hanyalah satu umat kemudian mereka berselisih, kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi keputusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan itu.” (QS Yunus: 19).

Kedua: Islam adalah agama tauhid. Allah berfirman, “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu) tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka karena kedengkian (yang ada) di antara mereka, barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisabnya. Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam) maka katakanlah: Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku. Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi, ‘Apakah kamu (mau) masuk Islam?’ Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah) dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS Ali Imron: 18-20).

Ketiga: Aqidah tauhid adalah fitrah manusia. Allah berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan). Atau agar kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu.” (QS Al A’raaf: 172-173).

Keempat: Petunjuk Allah mutlak harus diikuti. Allah berfirman, “… Katakanlah sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah, dan (janganlah kamu percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepadamu, dan (jangan pula kamu percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujjahmu di sisi Tuhanmu. Katakanlah sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Allah memberikan karunianya kepada siapa yang dikehendakinya. Dan Allah maha luas karunianya lagi maha mengetahui.” (QS Ali Imron: 73).

Kelima: Isa ‘alaihis salam adalah Nabi dan Rasul Allah. Allah berfirman, “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan kalimat-Nya) yang disampaikan-Nya kepada Maryam dan dengan (tiupan roh) dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan, ‘(Tuhan itu) tiga’. Berhentilah (dari ucapan itu). Itu lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak. Segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya, cukuplah Allah sebagai pemelihara.” (QS An Nisaa: 171).

Walhamdulillahi robbil alamin. Ditulis oleh Al Ustadz Abu Hamzah Al Atsari. Diambil dari Buletin Al-Wala’ wal-Bara’(swaramuslim.net)
"Setelah seorang keturunan Tionghoa menjadi muslim, maka keadaannya sungguh berlainan. Antara si pribumi (yang umumnya beragama Islam) dan nonpri keturunan Tionghoa yang masuk Islam, terjalin suatu hubungan batin yang luar biasa menakjubkan. Persamaan agama, dalam hal ini Islam, menciptakan hubungan mesra dan mengharukan sebagai saudara seagama. Berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits, arti dan nilai saudara sekandung tidak lebih besar dari saudara seagama. Bahkan, saudara sekandung bisa berbeda agama dengan segala konsekuensinya di akhirat. Sedangkan, saudara seagama sifatnya abadi di dunia maupun di akhirat." Junus Jahja

Muallaf Center Online, Jakarta - Indonesia. 2005-2009
Silahkan menyebarluaskan segala artikel yang ada di website ini, untuk Syiar Islam

Jumat, 12 November 2010

Hukum Qisash

Ismail Rumadan

Pendahuluan

Hukum merupakan petunjuk mengenai tingkah laku dan juga sebagai perlengkapan masyarakat untuk menciptakan ketertiban. Hukum dapat dianggap sebagai perangkat kerja sistem sosial yang melakukan tugasnya dengan menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mengatur hubungan antarmanusia.1

Keadilan harus selalu dilibatkan dalam hubungan satu manusia dengan manusia lainnya. Sebagai makhluk sosial, interaksi antarmanusia tidak dapat dimungkiri lagi. Dalam kehidupan bermasyarakat seseorang dapat menjadi “pemangsa” bagi orang lain sehingga masyarakat dengan sistem sosial tertentu harus memberikan aturan pada para anggotanya yang mengatur tentang hubungan antarsesama. Menurut Herbert Spencer, setiap orang bebas untuk menentukan apa yang akan dilakukannya, asal ia tidak melanggar kebebasan yang sama dari lain orang.2

Hukuman adalah sebuah cara untuk menjadikan seorang yang melakukan pelanggaran berhenti dan tidak lagi mengulanginya. Selain itu juga menjadi pelajaran kepada orang lain untuk tidak mencoba-coba melakukan pelanggaran itu. Setiap peradaban pasti memiliki bentuk hukum dan jenis hukuman tersendiri. Dan masing-masing bisa berjalan sesuai dengan apa yang telah digariskan.3

Salah satu bentuk hukuman yang diperintahkan oleh Allah yang harus dilaksanakan oleh ummat Islam adalah Hukum qisas. Hukum ini pada esensinya memberi hak kepada orang yang dirugikan untuk membalas kepada yang merugikannya dengan kadar yang seimbang (setara). Kata qishash dapatberarti pembalasan; pembunuhan dibalas pembunuhan, melukai dibalas dengan melukai, pemenggalan dibalas pemenggalan.

Pemberlakuan hukuman qisas adalah sesuatu yang selalu mengundang kontroversi. Terutama jika dianggap bahwa hukum qisas itu sama dengan hukuman mati. Hal tersebut tidak hanya terjadi di kalangan umat Islam sendiri, tetapi juga di kalangan non muslim. Kontroversi ini terjadi pula di sejumlah negara Eropa yang telah membatalkan hukuman mati.4 Hukuman mati memang mengerikan. Dalam hukuman mati ini, manusia seolah-olah mengambil peran sebagai Tuhan dengan menjadi penentu hidup atau mati seseorang. Setiap manusia sebenarnya memiliki hak untuk hidup sehingga pemberlakuan hukuman mati banyak yang menentang.5

Perdebatan panjang mengenai pemberlakuan pidana mati ini sebenarnya bertitik tolak pada permasalahan keadilan rasa kemanusiaan dan pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya kejahatan lagi. Alasan para pakar yang menentang adanya penjatuhan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan adalah karena alasan kemanusiaan dan penjatuhan pidana mati tidak akan dapat mencegah kejahatan dan mengurangi angka kejahatan. Namun bagi mereka yang sepakat dengan pemberlakuan pidana mati di Indonesia adalah semata-mata karena rasa keadilan dan ketentraman yang ada di dalam masyarakat. Masyaraakat menginginkan keadilan, dimana bagi seorang pembunuh sepantasnnya di bunuh pula. Ini terbukti dengan adanya idiom didalam masyarakat yang mengatakan ‘Hutang budi dibayar budi dan hutang nyawa dibayar nyawa‘.6

Apa dan bagaimanakah hukum qisas itu. bagaimana hukum qisas itu menurut para ulama? dan Benarkah hukuman qisas itu adalah hukuman yang kejam? pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan dijawab dalam tulisan berikut ini.

Hakikat Qisas

Qisas berasal dari kata “qashasha” yang berarti memotong, atau berasal dari kata “aqasha” yang berati mengikuti, yakni mengikuti perbuatan penjahat untuk pembalasan yang sama dari perbuatannya.7 Sedangkan qisas secara bahasa berarti adil atau persamaan. Dari kata ini terdapat qisas (gunting) karena kedua sisinya adalah selalu sama. Juga qisas dalam makna kisah karena kisah itu sama dengan yang diceritakan.8

Sedangkan qisas dalam pengertian syar’i adalah membunuh orang yang melakukan pembunuhan sebaba hanya hukuman inilah yang setimpal berdasarkan ketentuan syar‘i terhadap pelaku pembunuhan.9

Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa qisas ialah akibat yang sama yang dikenakan pada seseorang yang menghilangkan nyawa atau melukai atau menghilangkan anggota badan orang lain seperti apa yang telah diperbuatnya. Maka dapat dikatakan bahwa hukuman qisas itu ada dua macam yatiu qisas jiwa yakni hukuman bunuh untuk tingkat pembunuhan dan hukuman qisas untuk anggota badan yakni khusus untuk anggota badan yang terpotong atau dilukai.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa hukuman qisas itu adalah hukuman yang menseimbangkan antara perbuatan dan pembelaan sehingga dapat menjamin keselamatan jiwa dan kesempurnaan anggota badan manusia, ini menunjukkann bahwa hukuman itu sendiri mempunyai sifat keadilan dan kesempurnaan karena telah memberi keseimbangan pada setiap pelaku, bila membunuh ia dibunuh, bila melukai maka juga dilukai, sehingga semua orang merasa puas dengan ketentuan qisas tersebut.

Pelaksanaan hukuman qisas, para fuqaha sudah sepakat bahwa wali korban boleh mengambil dari dua hal yaitu qisas atau pemberian ampunan. Kemudian mereka berselisih pendapat dalam hal pemindahan dari hukumanqisas kepada hukuman diyat atau selain diyat. Diyat merupakan salah satu hak wali korban tanpa ada pilihan dalam hal itu bagi orang yang dikenai qisas tidak bisa ditetapkan melainkan kesepakatan kedua belah pihak. Maka tidak lain bagi korban adalah qisas atau memberikan ampunan.

Menurut Iman Malik wali korban hanya diharuskan mengambil qisas atau mengambil diyat secara suka rela.10 Menurut Iman Syafi’i Iman Ahmad, Abu Tsaur bahwa wali korban boleh memilih mengambil qisas atau diyat, baik orang yang membunuh rela atau tidak.11

Dari kedua pendapat ini menurut Imam Malik harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak pelaku dan keluarga korban, sedangkan Imam Syafi’i dan sebagian ulama lain, wali korban boleh memilih antara qisas ataudiyat dengan pihak pelaku setuju atau tidak. Bila dilihat dari kedua pendapat ini boleh diselesaikan dengan jalan bila wali korban memberikan pemaafan dan membayar diyat itu diyat ringan tanpa persetujuan pelaku. Tapi bila diyatitu berat, harus ada persetujuan pelaku karena dalam ketentuan diyat harus bisa ditanggung oleh pelaku.

Dalam pelaksanaan qisas harus memenuhi tiga syarat.

  1. Orang yang bakal qisas harus berakal sehat dan balig. Seandainya harus berhak qisas itu anak kecil atau orang gila maka tidak seorang pun yang menggantikannya untuk dijatuhi hukuman qisas.

  2. Para wali korban bersepakat untuk menetapkan hukuman qisas dan tidak boleh sebagian di antara mereka saja yang menginginkannya, apabila di antara sebagian tidak ada harus ditunggi sampai kedatangannya.

  3. Qisas terhadap pelaku kejahatan tidak diperbolehkan merebut sampai kepada orang lain.12

Pada prinsipnya hukuman qisas itu adalah menghukum pelaku jarimahqisas dengan modus operandi yang sama karena qisas itu sendiri menuntut kesamaan kecuali kalau dengan modus operandi yang sama akan menyebabkan terhukum dalam waktu yang lama. Maka dengan demikian pedang baginya tentu akan lebih tepat. Allah tegaskan dalam QS. al-Baqarah (2) 194 yang artinya “Barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah dia seimbang dengan serangannya terhadapmu”. Allah tegaskan lagi dalam QS. al-Nahl (16) : 126, “Jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan siksaan yang ditimapakan kepadamu.

Qisas itu adalah hak hakim. Menurut al-Qurtubi, yang dimaksud adalah pelaksanaan hukuman qisas merupakan kewajiban hakim tetapi yang menentukan adalah hak keluarga. Jadi pada pelaksanaan hukuman qisas itu tetap dilakukan oleh hakim tetapi yang meminta melakukan atau tidak dilakukan adalah hak wali korban. Mengenai pelaksanaan hukuman qisastimbul perbedaan pendapat di antara ulama apakah sifap pelaksanaan qisassama seperti yang dilakukan oleh pelaku jarimah qisas misalnya menebas leher dengan parang sipelaku juga ditebas lehernya dengan parang dan apakah cukup dengan menghilangka nyawa saja, pendapat ini dianut oleh Iman Syafi’i dan Imam Malik. Menurut mereka barangsiapa membunuh orang lain dengan batu maka ia dibunuh dengan batu, bila ia membunuh dengan parang maka pelaku juga dibunuh dengan parang.13

Ketentuan hukuman qisas menjadi hukuman pokok atas jarimah qisas, namun pada keadaan tertentu hukuman qisas itu bisa gugur dengan alasan-alasan tertentu.

  1. Amnesti oleh seluruh atau sebagian wali korban dengan syarat bahwa pemberi amesti itu adalah sudah balig dan tamyiz karena amesti merupakan tindakan yang otentik yang tidak bisa dilakukannya oleh anak kecil dan orang gila.

  2. Matinya pelaku kejahatan atau tidak adanya organ tubuh pelaku kejahatan yang akan diqisas, kalau orang yang akan menjamin qisastelah mati lebih dahulu, maka gugurlah qisas atasnya karena tidak bisa terselenggarakan pada saat itu yang diwajibkan membayar diyat yang diambil dari harta peninggalannya lalu diberikan kepada wali siterbunuh. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal.14

Sedangkan menurut Imam Malik wali tidak berhak menuntut diyatkarena hak mereka hanya jiwa.15

Dari kedua pendapat ini karena perbedaan atas jiwa dan tanggung jawab sehingga mereka disuruh memilih di antara jiwa atau tanggung jawab. Jadi bila salah satunya tidak dapat dipenuhi maka wajib yang lainnya terpenuhi.

Secara garis besar orang-orang yang memberikan pemaafan adalah mereka yang menanggung jiwa, menurut Imam Malik adalah golongan ashabah, sedangkan fuqaha lainnya adalah setiap orang yang mewaris karena fuqaha telah sepakat bahwa apabila korban mempunyai anak-anak yang telah dewasa kemudian salah seorang dari mereka memberikan pemaafan, makaqisas menajdi batal dan yang ditetapkan adalah diyat.

Para ulama juga berselisih pendapat tentang orang yang dibunuh dengan sengaja yakni apabila ia memaafkan sebelum meninggal, bisakah ia diputuskan para walinya, begitu pula orang yang dibunuh dengan tidak sengaja manakala korban memaafkan dari dia.

Untuk menjawab perbedaan pendapat ini dapat kita lihat pada firman Allah dalam QS. al-Nisa’ (4) : 92,

وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ

Terjemahnya:

barangsiapa membunuh seorang mu’min karena kesalahan, hendaklah memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayardiyat yang diserahkan kepada walinya siterbunuh kecuali jika keluarga terbunuh bersedekah.

Diyat itu ada dua macam yaitu diyat berat dan diyat ringan. Dari pemabgian diyat ini menurut Imam Syafi’i diyat ringan diberikan kepada pembunuhan tidak sengaja dan diyat berat diberikan kepada pembunuhan sengaja. Menurut Imam Malik dalam pembayaran diyat itu tidak boleh utang dan cicil tetapi harus tunai dan ia pertegas lagi jangan ditunda. Menurut Imam Malik jika diyat itu ditetapkan damai itu tidak ada artinya, jika pembunuhan itu pembunuhan sengaja maka diyatnya 25 ekor unta betina bin Makhadh, 25 ekor unta betina labun, 25 ekor unta siqaq dan 25 ekor unta jadza’ah.16 Mengenai pembayaran diyat, di antara sebagian pendapat ulama diyat itu bisa dibayar oleh sipelaku dan juga boleh keluarga pelaku. Bagi pendapat yang menyatakan diyat tidak boleh dibayar oleh keluarga pelaku berdasarkan firman Allah surat Fathir ayat 18, artinya” orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Alasan yang lain dengan pelaku membayar diyat sendiri memberikan pelajaran baginya agar ia merasakan beratnya diyat dan habisnya harta. Karena membayar diyat demikian memberikan kesadaran baginya untuk tidak lagi melakukan kejahatan yang sama. Bagi pendapat yang menyatakan boleh kelaurga pelaku bisa membauar diyat bila pelaku sudah meninggal lebih dahulu dan kalau keluarga korban bisa menuntut diyat maka kelaurga pelaku juga bisa membayar diyat.

Jarimah yang menimbulkan qisas dalam pelaksanaan qisas berpangkal pada pembicaraan tentang sifat-sifat beserta korban maka haruslah terjadiqisas, begitu pula tidak semua pembunuhan atau jarimah yang terjadi dan tidak pula karena semua orang membunuh melainkan dari orang yang membunuh tertentu. Karena yang dicari dalam soal ini adalah keadilan.

Para fuqaha sudah sepakat bahwa pembunuhan yang dikenakan qisasharus memiliki syarat-syarat: si pelaku harus berakal sehat, dewasa, bebas kemauan, dan menghendaki kematian serta melaksanakan sendiri.17

Para ulama sepakat bahwa tindak pidana pembunuhan adalah salah satu dari tujuh macam dosa besar baik pembunuhan oleh orang lain maupun oleh keluarganya, begitu pentingnyajarimah-jarimah ini sehingga mencegah setiap orang muslim menumpahkan darah sesama muslim

Jarimah qisas itu para ulama membagi pada tiga bagian yaitu pembunuhan sengaja yakni pembunuhan yang direncanakan lebih dahulu dengan mempersiapkan alat yang biasa digunakan untuk membunuh. Pembunuhan tidak sengaja yaitu pembunuhan yang tidak direncanakan lebih dahulu untuk membunuh. Pembunuhan semi sengaja yaitu pembunuhan yang tidak direncanakan dan akibatnya tidak dikehendaki oleh pelaku.18

Pembunuhan sengaja ialah pembunuhan yang dengan sengaja dilakukan. Perbuatannya sedang ia tahu bahwa perbuatan itu dilarang, kesengajaan pada pembunuhan mempunyai arti khusus yaitu sengaja mengerjakan perbuatan yang dilarang dan akibatnya dikehendaki pula.

Sedangkan jarimah tidak sengaja yaitu melakukan perbuatan yang dilarang akan tetapi perbuatan tersebut jarimah sebagai akibat kekeliruannya. Kekeliruan itu ada terbagi dua.

  1. Pembuat dengan sengaja melakukan perbuatan yang dibuat jarimah tetapi jarimah ini sama sekali tidak diniatkan. Kekeliruan ini adakalanya terdapat pada perbuatan itu sendiri, seperti orang yang melemparkan batu ke jalan, akan tetapi mengena orang lain yang secara kebetulan lewat di jalan dan mengenanya.

  2. Pembuat tidak sengaja yaitu pembuat dan jarimah yang terjadi sebagai akibat kelalaiannya, misalnya orang yang sedang tidur di atas ranjang tingkat kemudian ia jatuh dan kena orang yang ada di bawahnya dan mati.19

Pembunuhan semi sengaja yaitu pembunuhan yang sama sekali tidak disengaja terjadi kematian atas suatu perbuatan yang pada dasarnya tidak dikehendaki kematian atas suatu perbuatan jarimah.

Memang untuk menentukan jarimah-jarimah yang dikenakan qisas itu amat terbatas, namun bila kita lihat cara pembunuhannya maka kita akan menemukan banyak cara pembunuhan yang dikenakan qisas.

Pembunuhan dengan sengaja dan berencana membunuh dan dilakukan dengan alat yang biasa mematikan seperti parang, senjata api, pisau dan alat-alat yang menurut ukuran umum dapat mematikan seseorang. Dalam pembunuhan seperti ini sepenuhnya diberikan hukuman qisas. Namun pembunuhan karena tersalah, yaitu pembunuh melakukan suatu perbuatan yang tidak dimaksudkan untuk membunuh, malainkan hanya kekeliruan atau dengan tidak sengajanya perbuatan tersebut mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Seperti seorang pemburu yang bermaksud menembak binatang buruannya tetapi tanpa disengaja tembakannya mengena seseorang yang sedang lewat dan orang tersebut meninggal. Hal ini sama dengan seorang ibu mungkin tidak hati-hati ia melempar dengan benda keras dengan maksud mengusir seekor binatan tiba-tiba benda itu ken anaknya sendiri dan mati. Maka fuqaha sepakat bahwa pembunuhan yang semacam adalah tidak sengaja.

Fleksibilitas Hukum Qisas

Disyari’atkan qisas walaupun pada lahirnya menetapkan hukuman bunuh bagi pembunuh, tetapi pada hakekatnya dia memberikan kehidupan bagi masyarakat, dan dari sini pula ulama sepakat untuk menyatakan bahwa pembunuhan yang dilakukan oleh banyak orang harus juga diqisas. Walaupun mungkin yang dihilangkan itu satu nyawa saja, tetapi bila dilihat dari segi perbuatannya maka harus diqisas.

Memang terkadang terjadi qisas itu sangat membahayakan, dan membiarkan tidak melakukan hukuman qisas itu adalah lebih baik. Misalnya seorang pembunuh saudaranya karena dalam keadaan kalap, sehingga melakukan pembunuhan sedangkan pelakunya adalah orang yang membiayainya dalam penghidupan. Jika dilakukan hukuman qisas kepadanya, tentu ahlul bait akan kehilangan orang yang membiayai mereka, jika pelaku adalah orang lain yang bukan dari keluarga sendiri sebaiknya ahli waris tidak usah menuntut hukuman qisas, demi memotong bahaya dan mendapatkan hukuman diyat.20

Dalam kasus seperti ini ahli waris boleh memilih antara memberi maaf atau mengambil diyat atau memberi maaf sama sekali tanpa diyat.21 Dalam aturan Islam, jika seseorang terbunuh atau dibunuh, maka keluarga korban diberi kesempatan mengemukakan pendapat dengan dua opsi atau pilihan, damai atau qisas. Kalau damai, maka si pembunuh harus membayar ganti rugi. Kalau qisas, maka pengadilan harus memutuskan hukuman mati terhadap si pelaku itu, karena telah menghilangkan nyawa orang lain.

Jika dipilih berdamai, maka biaya damai itu menurut aturan Islam, si pelaku harus membayar 100 ekor unta. Kalau sekarang harga unta itu, sekitar Rp 500 juta (satu ekor unta harganya Rp5 juta). Kalau yang dibunuh tadi meninggalkan seorang istri dan empat anak, maka dengan uang Rp 500 juta itu, Insya Allah akan dapat membiayai kehidupan keluarga si-korban. Sedangkan kalau dia memilih qisas (hukuman mati) maka keluarga yang membunuh tidak akan dendam, sebab yang memutus hukuman mati, bukan keluarga, tapi hakim yang adil, sehingga tidak akan terjadi dendam.22

Dalam pidana qisas-diyat terkandung unsur perlindungan hukum terhadap korban, pelaku tindak pidana, dan masyarakat. Pelaku tindak pidana akan dikenahi pidana mati, tetapi hal ini disepakati terlebih dahulu oleh pihak keluarga korban, namun apabila pembunuh atau penganiaya dimaafkan oleh keluarga korban maka dia akan bebas dari pidana mati tetapi sebagai gantinya dia harus membayar diyat (ganti rugi), yang diberikan pada pihak keluarga korban. Hal inilah mengapa penjatuhan pidana qishos-diyat yang ada dalam konsep hukum pidana Islam dikatakan lebih manusiawi dan lebih adil.23

Coba bandingkan jika dalam kasus tersebut digunakan KUHP, pelaku divonis 15 sampai 20 tahun, karena pembunuhan direncanakan atau berkomplot. Lalu si pelaku misalnya dijatuhi hukuman 15 tahun penjara , sementara keluarga korban (istri dan anak-anaknya) akan sengsara hidupnya, karena tidak pernah diajak bicara, atau tidak pernah dimintai pendapatnya oleh pemerintah, Maka ketika mereka menjadi susah, tidak kuat lagi bayar kontrakan rumah. Keluarga korban menjadi telantar tidur di kolong jembatan, dan menjadi anak-anak liar. sementara ibunya kecewa, putus asa dan tidak menutup kemungkinan si ibu nekad bunuh diri. Akibat lain si anak jadi liar, berandal, jadi preman, penodong, dan sebagainya, dan tak tertutup kemungkinan akan dendam.

Pada zaman modern ini ada orang mengatakan bahwa hukuman qisasitu sama dengan hukuman karma ini sangat disayangkan kalau pendapat orang-orang Islam seperti itu ini menunjukkan bahwa mereka sama sekali belum memaham hukuman qisas dengan baik. Mereka telah lupa terhadap suatu hal yang mempunyai nilai edukatif jika diteliti secara saksama dan kita perhatikan hukuman yang edukatif itu maka kita akan ketahui bahwa hal ini baru bisa dilaksanakan jika seluruh umat manusia sudah mempunyai kemajuan dalam peradaban umat manusia. Bukan ditujukan kepada satu kabilah terhadap kabila lain atau dari orang yang mampu kepada orang yang tidak mampu. Bila kita lihat dan cermat dapat diketahui bahwa salah satu dari tujuan hukuman qisas adalah dapat mencegah kejahatan dan memelihara ketentraman masyarakat. Sebagai akibat dari hukuman qisas itu adalah gugurnya hak Allah dan hak hamba. Dengan demikian bagi pelaku kejahatan terlepas dari siksaan api neraka di akhirat kelak asal ia bertobat lebih dahulu.24

Dasar penjatuan hukuman pada masa sekarang adalah rasa keadilan dan perlindungan masyarakat. Rasa keadilan menghendaki agar suatu hukuman harus selesai sesuai dengan besarnya kesalahan membunuh tanpa melihat keadaannya yang membahayakan dan ini adalah hukuman dalam arti yang sebenarnya. Melindungi masyarakat agar besarnya hukuman disesuaikan dengan keadaan pembunuh yang berbahaya kecenderungan kepada pembunuhan tanpa melihat besarnya jarimah, dan ini adalah tindakan pemeliharaan dan pengampunan. Sehingga yang menjadi tujuan pokok hukuman qisas itu adalah pencegahan, pengajaran serta pendidikan.

Untuk menentukan suatu sandaran hukum atas suatu perbuatan jarimah ia berdasarkan nash-nash syara’ yang menjadi pedoman dan petunjuk bagi semua perintah dan larangan termasuk di dalamnya adalah pembunuhan dan penganiayaan. Hukuman qisas merupakan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah, yang dapat diberlakukan atas setiap pembunuhan sengaja dan penganiayaan sengaja itu dijatuhi hukuman qisas atau diyat.

Untuk melaksanakan suatu hukuman hakimlah mempunyai kekuasaan atas dasar ia ambil sebagai pedoman dalam memutuskan suatu perkara. Oleh sebab itu kekuasaan hakim itu terbatas pada penjatuhan hukuman yang telah ditetapkan, apabila perbuatan yang dituduhkan sengaja malakukan qisas, sedangkan pihak si korban memaafkan sipembunuh dengan alasan yang sah, maka hakim harus menjatuhkan hukuman diyat atas si pembunuh, selama sikorban memaafkan pula dari diyat maka hakim bisa menjatuhkan hukuman ta’zir. Dengan demikian hukuman qisas itu adalah hukuman yang bisa dilihat dari segi dasarnya sangat menakutkan dan mengerikan, akan tetapi pada tahap pelaksanaannya tergantung pada keluarga si korban.

Penutup

Hukuman qisas merupakan hukuman pokok yang dikenakan pada pelaku jarimah qisas yakni pembunuhan sengaja dan penganiayaan sengaja, hukuman qisas menurut pakar merupakan menghilangkan jiwa pelaku, pelukaan pada angota badan, atau penganiayaan atas diri seseorang, hukuman-hukuman dapat diterapkan dapat dilihat dari jarimahnya masing-masing. Kalau membunuh sipelaku dapat dibunuh, kalau melukai si pelaku dapat dilukai sehingga hukuman qisas dapat dikatakan hukuman seimbang atau mengikuti jejak si pelaku jarimah.

Hukuman qisas merupakan hukuman pokok atas jarimah qisas tetapi bukan berarti hukuman qisas itu merupakan satu-satunya hukuman yang harus dan mutlak dilaksanakan. Hukuman Qisas dapat diganti dengan hukuman alternatif yaitu hukuman diyat, hal ini diterapkan bila ada permintaan dari pihak korban, baik korban sendiri atau pun kelaurga korban.